MANTRA SUKABUMI - Legalisasi industri miras dibeberapa daerah di Indonesia terus menuai kecaman dan desakan untuk dicabut.
Pasalnya, hal ini akan menjadi titik tolak pada pemerintah untuk makin tidak mempercayainya.
Jimly Asshiddiqie mengimentari hal ini, bahwa rencana linerisasi miras sebaiknya dibatalkan, dia berpendapat bahwa ini akan menambah rakyat jauh dari pemerintah dan semakin tidak mau mendengar.
Baca Juga: ShopeePay Mantul Sale Ajak Masyarakat Lebih Cuan di Momen Gajian
"Rencana Pmerintah meliberalisasi indstri miras sbaiknya dibatalkn, dampaknya sngt mrusak & tambah mnjauhkn rkyat dari pemerintah yg sdh dinilai makin tdk mau mdengar," cuit Jimly Asshiddiqie, seperti dikutip mantrasukabumi.com dari akun Twitter @JimlyAS pada Senin 1 Maret 2021
Rncana Pmerintah mliberalisasi indstri miras sbaiknya dibatalkn, dampaknya sngt mrusak & tambah mnjauhkn rkyat dari pmerintah yg sdh dinilai makin tdk mau mdengar. ICMI & ormas2 keagamaan psti resisten. Jngnlah smua urusan diabdikn utk invstasi eknomi, mari kt bngun bngs scr utuh— Jimly Asshiddiqie (@JimlyAs) February 28, 2021
Ketua ICMI ini juga mengatakan, bahwa organisasi masyarakat keagamaan pun dipastikan akan resisten dan menolak kebijakan ini.
"ICMI dan Ormas-ormas keagamaan pasti resisten," kata Jimly Asshiddiqi.
Lebih lanjut, Jimly Asshiddiqie juga mengatakan jangan jadikan semua urusan untuk investasi ekonomi.
Baca Juga: Trailer Sinopsis Ikatan Cinta 1 Maret 2021: Al Tenangkan Mama Rosa, Andin Terpukul
"Jangnlah smua urusan diabdikan untuk investasi ekonomi, mari kita bngun bngsa secara utuh," ujar pakar hukum tata negara ini.
Sebelumnya diberitakan, bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka izin investasi untuk industri minuman keras di Provinsi Papua.
Kebijakan mengenai industri miras ini tertulis di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.
Baca Juga: Tanggapi Investasi Miras di Papua, Natalius Pigai: Presiden Jokowi Tertipu 2 Kali
Kebijakan industri miras ini dapat menjadi ladang investasi asing, domestik, hingga diperjual belikan secara eceran.
Kebijakan ini menuai banyak kritik, karena tidak sesuai dengan aturan Agama dan dinilai haram.***